Titik terendah dalam hidup

Karawang 20 Mei 2018

Aku lupa kapan terakhir kali aku tertawa, seingatku mungkin bulan maret terakhir kalinya aku bisa tertawa lepas, rasanya sekarang semua begitu berat. Untuk sekedar menyunggingkan senyum pun aku rasa itu terlampau berat, sungguh berat.

Kini aku tumbuh menjadi manusia yang pasif, manusia yang hanya ingin diam dan lebih banyak membatasi diriku untuk kegiatan yang sebenarnya biasa ku lakukan.
Tidak ada lagi diriku yang aktif, berisik, pecicilan, teriak2, tertawa haha hehe, sekarang senyum pun sekedarnya saja.
Sekali lagi kau harus tau, ini begitu berat dalam hidupku.

Jika kau tak keberatan, duduk saja disampingku. Tetap ada disini meskipun tak ada percakapan yang terjadi. Rangkul saja aku, dan peluk saja aku jika airmata itu lagi lagi jatuh untuk kesekian kalinya.

Usah kau menyuruhku sabar, karena itu pun sedang berusaha aku lakukan, nyatanya memang sulit bukan.
Usah pula kau menyuruhku kuat, Karena sampai detik ini aku bertahan, itu pun karena aku kuat dan tentu karena Allah yang menguatkan.

Tak terbayang jika tak ada Allah dalam hatiku, tak terbayang pula jika aku tak memikirkan kehidupan akhiratku nanti, mungkin saja aku sudah bunuh diri. Atau bisa saja aku gila, karena jelas ini sangat membebani, tekanan demi tekanan terus datang. Terlebih jika tekanan itu datang dari ibuku sendiri, rasanya aaaahh ingin mati saja aku.

Tapi aku selalu meyakini dalam hati bahwa Allah sebaik-baik penolong, Allah sedang menyiapkan sesuatu yang indah di depan sana, aku hanya perlu bersabar sebentar lagi, terus meyakini bahwa Allah memberikan ujian sesuai kadar keimanan dan sesuai kemampuan umatnya.

Tak perlu lagi ku tanyakan "mengapa harus aku?" Karena aku yakin, Allah memberikan ujian ini Karena Allah tau aku kuat dan aku mampu melewati nya.

Takkan ku hapus tulisan ini, biar saja ia menjadi saksi. 
Jika kelak ku temui bahagiaku lagi, akan ku ingat bahwa aku pernah sehancur ini.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Titik terendah dalam hidup"

Post a Comment